Tradisi doa arwah ataupun haul jamak masih menjadi ritual yang tak pernah ditinggalkan orang Melayu Lingga. Tepat sebulan sebelum masuknya bulan Ramadhan, yakni di bulan Syaban hitungan Hijriah atau bulan Islam selama satu bulan penuh pembacaan Doa Arwah berlangsung bergantian dimasing-masing masjid ataupun surau. Jamah masjid surau kunjung-mengunjungi dari satu dusun, kampung hingga desa-desa duduk bersama membacakan Doa Arwah untuk saudara kerabat maupun orang-orang tua yang telah meninggal di masjid maupun surau.
Haul jamak adelah kegiatan kenduri sebulan penuh secara bergiliran dalam rangka menyambut datangnya Bulan Suci Ramadhan. Kenduri perdana biasanya diadakan di Masjid Sultan Lingga Riau pada setiap tanggal 1 Syakban.
Ritual pembacaan Doa Arwah atau Haul Jamak dimulai sejak masuknya bulan Syaban. Tradisi ini telah berlangsung turun turun temurun. Syaban ini juga disebut sebagai bulannya Rasulullah, Nabi Muhammad SAW. Dalam tradisi ini dibacakan Doa Arwah, untuk sanak keluarga, kerabat, orang tua maupun guru yang sudah meninggal. Selain memanjatkan Doa bagi keluarga dan krabat yang telah dulu meninggal, ada nilai kemanusiaan yang perlu dan terus dipertahankan, yaitu silaturahmi antar warga.
Masjid atau Surau menjadi tempat berkumpul melaksanakan Doa Arwah. Jemputan jamaah-jamaah masjid disebar jauh-jauh hari. Pengurus masjid dan surau menyusun jadwal agar tidak berbenturan pelaksanaan satu sama lain. Maksudnya agar tetap bisa kunjung-mengunjungi.
Pelaksanaannya pun dipimpin oleh seorang imam. Duduk berkumpul dalam masjid ataupun surau, membacaakan surat Al- Fatihah dari Al-Quran, disambung dengan Shalawat, Tahlil, Tahmid, Takbir dan Doa bersama lebih kurang 1 jam. Biasanya dilaksanakan usai shalat Dzuhur. Jamaah duduk bersila melantunkan kalimat-kalimat tauhid, dalam satu ruang yang dominan dilaksanakan oleh kaum laki-laki.
Selain membaca doa bersama, yang lebih menarik dalam Doa Arwah adalah juadah atau hidangan yang telah disediakan oleh masyarakat secara sukarela. Usai doa dipanjatkan, hidangan menjadi jamuan bagi siapa saja yang datang. Seperti acara syukuran, saling berbagi dan melengkapi antara yang satu dengan yang lain.
Hidangan melayu cukup khas. Tidak ada yang tinggi dan rendah. Siapapun dia, apapun kedudukannya semua sama rata dan sama rasa. Duduk bersila dengan juadah yang tersedia. Biasanya satu rumah menyediakan satu hidangan untuk diantar ke masjid dan surau dilingkungan masing-masing. Lengkap dengan nasi, ayam masak lemak, ikan gulai pedas, sayur, air putih dan manis serta buah-buahan pencuci mulut. Hidangan, adalah ungkapan terimakasih kepada tetamu yang sudah datang dari jauh dan ikut serta memberi doa.
Meskipun tidak ditetapkan, ataupun tidak diwajibkan, uniknya rasa berbagi inipun masih melekat dalam pribadi orang-orang melayu di Daik. Wilayah ini milik kaum perempuan, memasak hidangan di masing-masing rumah kemudian mengantar ke surau lengkap dengan talam sebagai penampang ditutup tudung saji yang berbentuk kerucut.
Dalam tradisi orang Melayu, makan bersama layaknya sunnah Nabi Muhammad SAW. Satu hidangan di dalam talam untuk 5 orang jamaah. Lauk pauk dan sayur terpisah oleh piring-piring, maksudnya agar lebih bersih. Sedangkan nasi, diisi ke piring masing-masing. Mereka akan duduk bersila, menyantap makanan yang telah tersedia yang membuat hubungan kedekatan dan rasa kebersamaan yang semakin terjalin baik.
Selain memanjatkan Doa Arwah di masjid dan surau, biasanya juga dilakukan pembersihan makam sanak keluarga. Biasanya ada juga yang membaca yasin, mapun doa arwah di makam. Tujuannya tidak lain, menghadiahkan doa bagi si mati.